Hampirseluruh peserta seni budaya tersebut membawakan cerita rakyat daerah yang terkenal di daerah masing masing. Dalam teater dan pementasan cerita rakyat tersebut, para pemeran terlihat gagah
Tujuanmereka satu ingin lebih Solid, Smart, dan Speed (3S) dalam bekerja untuk mencai target yang sudah ditetapkan pimpinannya setahun lalu. Mereka adalah rombongan Biro Hukum dan Komunikasi Publik (BHKP), Kementerian Pariwisata (Kemenpar) yang dipimpin M. Iqbal Alamsjah selaku Kepala BHKP Kemenpar.
SEJARAHTEATER INDONESIA Perkembangan Teater di Indonesia a. Teater Tradisional Teater yang berkembang dikalangan rak
cash. Teater Mandiri merupakan kelompok seni teater yang didirikan oleh Putu Wijaya di Jakarta pada 1971.[1] Menurut Putu, kata mandiri dipopulerkan oleh Prof. Djojodigoena dalam kuliah sosiologi di Pagelaran, Yogyakarta, pada era 1960-an. Mandiri berasal dari bahasa Jawa yang merujuk pada kemampuan manusia untuk tidak hanya berdiri sendiri, tetapi juga mau bekerja sama dengan orang lain.[2] Teater Mandiri menjadikan semangat mandiri ini menjadi pijakan utama yang kemudian dirangkum menjadi filosofi, bertolak dari yang ada’. Filosofi ini berarti segala upaya menerima apa yang ada dan menggunakannya dengan optimal untuk tujuan bersama.[1][2] Pada awal berdirinya, anggota Teater Mandiri berasal dari karyawan Majalah Tempo. Beberapa seniman yang kerap berada di Taman Ismail Marzuki selanjutnya ikut bergabung. Pada perjalanannya, keanggotaan kelompok teater ini berkembang. Mereka datang dari beragam lapisan dan kelompok masyarakat seperti anak jalanan, tukang sapu, hingga mereka yang memiliki kebutuhan khusus seperti tuna aksara.[1] Teater Mandiri disebut sebagai teater post-modern oleh beberapa pihak karena dikenal dengan konsep teror’ pertunjukannya terhadap penonton.[3] Bagi Putu, teater memiliki peran untuk memberikan teguran dan tekanan dan kemudian menyerang kesadaran penonton. Tujuannya adalah untuk membuat penonton secara tidak langsung terlibat pada kenyataan. Tokoh-tokoh dalam teater ini seringkali tampil dengan tanpa karakter, dan hanya mewakili pribadi-pribadi yang anonim. Pendapat lainnya menyatakan bahwa dalam Teater Mandiri, logika acapkali terbalik sementara percakapan terus meluncur. Penampilan Teater Mandiri membetot penontonya dengan makna dan logika yang berkebalik-balikan.[3] Teater Mandiri fokus pada pertunjukan yang mampu memberikan pengalaman batin yang menimbulkan kesadaran baru bagi penontonnya. Sebagian besar naskah pertunjukan teater ini ditulis dan disutradarai oleh Putu Wijaya. Hampir semua judulnya terdiri atas satu suku kata dan berjenis kata seru. Beberapa di antaranya adalah Aduh, Dag Dig Dug, Anu, Edan, Aum, Gerr, Aib, dll. Selain naskah karya Putu, Teater Mandiri pernah mementaskan “The Coffin is Too Big for The Hole” karya Kuo Pao Kun Singapura untuk Festival Asia di Tokyo pada 2000. Selanjutnya, teater ini juga mementaskan naskah bertajuk “Kereta Kencana” karya seniman W. S. Rendra pada 2009.[1] Teater ini melakukan pementasan perdananya pada 1974 yang digelar di Taman Ismail Marzuki. Pada pementasan perdana tersebut, Putu membawakan naskah “Aduh”. Dalam perjalanannya, Teater Mandiri pernah meraih Hibah Seni Kelola 2004 dalam kategori Pentas Keliling bertajuk “Zoom” di Yogyakarta, Semarang, Surabaya dan Bali.[1][2] Saat ini, teater ini menjadi salah satu kelompok teater tertua di Indonesia. Kelompok ini masih produktif berkarya dan berpentas hingga di dalam negeri maupun di luar negeri. Pada 2008, Teater Mandiri menggelar pertunjukan di Ceko dan Slowakia atas undangan Duta Besar RI untuk Ceko waktu itu, Dr. Salim Said. Rombongan Teater Mandiri dipimpin oleh Egy Massadiah. Tampilnya Teater Mandiri di kedua negara itu merupakan salah satu agenda kegiatan peringatan 50 Tahun Perjanjian Kebudayaan Indonesia-Ceko.[4] Saat merayakan hari jadi ke-44-nya pada tahun 2015, Teater Mandiri meluncurkan buku berjudul “Teror Mental” yang ditulis Putu Wijaya. Buku ini kemudian tidak diperjualbelikan, tapi disumbangkan ke teater-teater dan berbagai perpustakaan sekolah di Tanah Air.[1] Rujukan ^ a b c d e f "Teater Mandiri - Kelola". Diakses tanggal 2021-10-07. ^ a b c Editor 2016-08-16. "Teater Mandiri, Terus Berkreasi dengan Bertolak dari yang Ada". 1001 Indonesia dalam bahasa Inggris. Diakses tanggal 2021-10-07. ^ a b "Mandiri, Teater". Diakses tanggal 2021-10-07. ^ 2008-05-29. Suryanto, ed. "Teater Mandiri akan Pentas di Ceko dan Slowakia". ANTARA News. Diakses tanggal 2021-10-07. Artikel ini tidak memiliki kategori atau memiliki terlalu sedikit kategori. Bantulah dengan menambahi kategori yang sesuai. Lihat artikel yang sejenis untuk menentukan apa kategori yang bantu Wikipedia untuk menambahkan kategori. Tag ini diberikan pada Desember 2022.
Pokok dan Tokoh Pementasan dengan teater mandiri Sabtu, 9 Februari 1985 Prambors, selesai ikut pementasan teater mandiri di tim selama delapan malam berturut-turut dengan lakon front karya putu wijaya. pt . tempo 168679035960_ GRUP badut Warung Kopi Prambors pekan ini memasuki minggu tenang. Kasino mengaku lagi pegal-pegal. Dono mulai masuk kantor di sebuah majalah hiburan. Indro, entah beristirahat di mana, sulit dilacak. "Bermain drama delapan malam berturut-turut merupakan kerja keras. Capek sekali," ujar Kasino. Warkop terlibat pementasan Teater Mandiri di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, dengan lakon Front, yang berakhir pekan lalu. Ketiga anggota W... Berlangganan untuk lanjutkan membaca. Kami mengemas berita, dengan cerita. Manfaat berlangganan Tempo Digital? Lihat Disini PILIHAN TERBAIK Rp Aktif langsung 12 bulan, Rp *Anda hemat -Rp *Dijamin update hingga 52 edisi Majalah Tempo Rp Aktif setiap bulan, batalkan kapan saja *GRATIS untuk bulan pertama jika menggunakan Kartu Kredit Lihat Paket Lainnya Sudah berlangganan? Masuk DisiniDaftar TempoID untuk mendapatkan berita harian via email. Newsletter Dapatkan Ringkasan berita eksklusif dan mendalam Tempo di inbox email Anda setiap hari dengan Ikuti Newsletter gratis. Konten Eksklusif Lainnya 11 Juni 2023 4 Juni 2023 28 Mei 2023 21 Mei 2023 Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.
› Mode›Ah, Absurditas Pentas Teater... Keruwetan dan absurditas menjadi tema yang kerap digarap oleh Teater Mandiri selama ini. Sekali lagi, tema itu diangkat dalam lakon Ah karya Putu Wijaya dalam pentas daring lima babak. ARSIP TIM TEATER MANDIRIPementasan daring, Ah, Teater Mandiri, yang tayang perdana dua pekan lalu di kanal Youtube akun Budaya Saya. Di tengah masyarakat yang absurd, akal sehat kerap kali harus dipaksa untuk memilih. Pilihan yang menghadirkan situasi bak makan buah untuk berkompromi, memilih untuk mengalah, atau memilih untuk bertahan, tetapi dengan konsekuensi nyawa terancam, tidak ada yang benar-benar merupakan keputusan bijak. Mengalah atau berkompromi kadang dilakukan demi menjaga keutuhan atau membuat nyawa tetap di kandung badan. Namun dalam konteks tertentu, mengalah dan berkompromi punya dampak mengerikan, bahkan lebih mengerikan ketimbang risiko kematian. Selain mengabaikan hati nurani, opsi mengalah bisa memajalkan kewarasan, yang pada ujungnya membuat orang tak berdaya setiap kali menghadapi keabsurdan dan absurditas menjadi tema yang kerap digarap oleh Teater Mandiri selama ini. Sekali lagi, tema itu diangkat dalam lakon Ah karya Putu Wijaya dalam pentas daring lima babak. Pentas ini telah ditayangkan perdana dua pekan lalu di akun kanal Youtube, Budaya lewat telepon, Rabu 2/3/2022, Putu bercerita, kisahnya itu terinspirasi sebuah kejadian nyata dari pengalaman seorang dokter muda yang dikenalnya. Sang dokter, menurut Putu, seperti juga dikisahkan dalam lakonnya, ditempatkan di sebuah desa terpencil di salah satu provinsi di Indonesia. Daerah pelosok, yang relatif tak terjangkau kemajuan teknologi TIM TEATER MANDIRIPementasan daring, Ah, Teater Mandiri, yang tayang perdana dua pekan lalu di kanal Youtube akun Budaya Saya. ”Tempatnya bertugas ada di pelosok dan kondisinya sangat bersahaja. Sementara yang namanya orang sakit kan selalu ada di mana-mana,” ujar waktu, tambah Putu, dokter muda kenalannya itu harus mengambil tindakan darurat berupa pembedahan demi menyelamatkan nyawa pasien yang datang kepadanya. Lantaran ketiadaan alat medis memadai, sang dokter terpaksa mengoperasi pasiennya dengan alat seadanya tanpa mengoperasi pasiennya menggunakan pisau silet. Operasi sebetulnya berhasil dan si pasien terselamatkan. Namun, kabar tentang itu sampai juga ke Jakarta. Si dokter muda ini lantas dipanggil pulang lalu diberi sanksi karena dianggap malapraktik. ”Cerita tadi menginspirasi saya membuat Ah ini,” tambah vs dukun Dalam Ah, Putu juga bercerita soal perjalanan seorang dokter muda perempuan Laila Uliel El Na’ma, yang ditempatkan di pelosok daerah terpencil. Masyarakat di tempat penugasan sang dokter sebenarnya masih terbilang masih percaya hal-hal berbau klenik, mistik, serta perdukunan. Awalnya sang dokter diceritakan tak terlalu bermasalah dengan kondisi tadi. Satu-satunya masalah hanyalah soal gajinya, yang baru bisa diterima setiap tiga bulan asistennya, seorang pemuda cerdas bernama Pao Ari Sumitro, sang dokter menjalani hari-harinya dengan tenang. Masalah baru muncul saat istri seorang warga desa Bambang Ismantoro dikabarkan sakit TIM TEATER MANDIRIPementasan daring, Ah, Teater Mandiri, yang tayang perdana dua pekan lalu di kanal Youtube akun Budaya Saya. Oleh dukun setempat Jose Rizal Manua si pasien sakit itu disebut menderita lantaran ada dua ekor ular kobra yang masuk ke perutnya. Diagnosa sang dukun tadi jelas ditentang oleh sang dokter. Sayangnya si pasien dibawa sudah dalam keadaan terlambat alias meninggal suami pasien serta sang dukun mengaku tak bisa terima jika pasien tersebut dikatakan telah meninggal dunia. Mereka mengamuk dan mengancam akan membunuh sang dokter berikut mereka ternyata baru reda saat dokter itu memberikan sejumlah uang, yang diambil dari gajinya. Hal itu berlanjut jadi kebiasaan. Sampai-sampai sang dokter terpaksa menjual apa saja yang kampung terus berdatangan membawa anggota keluarga mereka yang sebetulnya telah meninggal dunia dan meminta untuk disembuhkan. Mereka baru mau pulang setelah mendapat sejumlah uang dan kemudian memakamkan jenazah keluarganya itu. ”Saya terharu. Saya sedih. Saya menangis. Alangkah miskinnya kita. Kematian bisa dihibur dengan uang,” ujar sang dokter sambil meratapi juga Konspirasi Orang-orang yang Mengaku Suci Absurditas lain juga dialami dokter itu saat dipanggil untuk mengobati seorang kepala suku, yang katanya sakit keras. Kepala suku itu dianggap pahlawan lantaran telah berjasa mempersatukan seluruh suku yang ada di daerah sang kepala suku ternyata juga sudah meninggal, malah dengan kepala terpenggal dan tubuh tertukar. Akan tetapi anak kepala suku Taksu Wijaya malah murka dan juga mengancam sang dokter saat diberi tahu ayahnya telah meninggal dunia dengan kepala terpenggal dan tubuh baru terhenti saat asisten dokter mengacungkan bendera Merah Putih kecil aksesori hiasan kendaraan bermotornya yang rusak akibat tabrakan saat terburu-buru mendatangi rumah kepala kepala suku terkesan dengan kalimat yang disampaikan sang dokter, yang menyebut pahlawan tak akan pernah mati lantaran akan terus hidup abadi dalam hati setiap orang. Dia pergi baik-baik menerima kematian bapaknya sambil terus mengulang-ulang kalimat tadi di depan anggota sukunya yang lain.”Sebetulnya dia seorang pemuda yang cerdas. Makanya dia tergugah rasa kebangsaannya saat melihat bendera Merah Putih tadi. Dia juga terkesan dengan kalimat yang disampaikan sang dokter,” ujar karakter dokter muda itu, Putu juga berpetuah. Sebagai sesama anak bangsa kita, menurut Putu, harus menyayangi dan menjaga anggota masyarakat kita yang masih tertinggal dan hidup serba terbatas di pelosok-pelosok.”Kekurangan mereka kan kekurangan kita juga sebetulnya. Kalau ada kesalahan jangan mereka dijelek-jelekkan. Kita harus kasih tahu ke mereka di mana letak kesalahannya secara baik-baik. Bukan dengan menyebut mereka bodoh, kurang pendidikan, atau malas,” ujar pementasannya kali ini, Putu kembali memberi judul unik, yang sekaligus juga mengundang tanda tanya dan multi-interpretasi. Dalam karya-karya terdahulunya hal serupa juga dilakukan. Judul pementasan atau naskah hanya terdiri dari satu kata berupa kata seru, seringnya bersuku kata hanya satu seperti Wah, Hah, Lho, Dor, Tai, Aum, Aduh, Ayo, dan Teater MandiriPementasan daring, Ah, Teater Mandiri, yang tayang perdana dua pekan lalu di kanal Youtube akun Budaya Saya. Dokumentasi Tim Teater Mandiri”Saya suka judul-judul yang bisa multi-interpretable karena saya tidak ingin memaksakan pemaknaan. Judul seperti itu memang untuk memancing rasa penasaran dan interpretasi. Jadi kata ah bisa diartikan apa saja. Mau ah, kaget boleh, ah jelek boleh, atau ah apa saja. Saya memang suka memulung kata-kata yang jarang dipakai orang,” kini tengah mempersiapkan pementasan baru berjudul Ha-ha-ha, bercerita tentang kehidupan pasangan suami istri yang sudah berumur. Direncanakan April mendatang pementasan itu juga akan ditayangkan secara tidak terlalu mempersoalkan pentas secara daring. Baik pentas daring maupun luring buat Putu sama-sama punya kekurangan dan kelebihan. ”Cuma dalam kondisi sekarang yang sulit bagaimana meyakinkan sponsor,” ujarnya.
hampir seluruh pementasan teater mandiri adalah karya pimpinannya sendiri yaitu